terdepan dalam prestasi, terpaecaya dalam informasi dan teraktual dalam berita .......... Pasir sakti adalah lintas berita , komunitas, tip dan trik komputer

Jumat, 20 Agustus 2010

Setya Tuhu (kesetiyaan)

Saat mendengar, melihat dan membaca sebuah kata, tingkah dan perbuatan yang berhubungan dengan kata ‘setia’ mungkin yang ada dibenak kita langsung tertuju pada satu hubungan kesetiaan antara gender berbeda, dan boleh dibilang sebagai hubungan asmara.

Mencoba agak berbeda dalam mendefinisikan sebuah kata ‘setia’, bukan saja hanya terkutip pada setia asmara, namun akan lebih bisa membuka makna dijiwa tatkala kita dihadapkan pada satu kata setia yang lebih dari kungkungan berujud asmara dua anak manusia.

Sebagaimana kata Cinta, kata setia pun berlaku dan terjadi karena ada hubungan antara satu dengan yang lainnya.

Dalam bahasa Jawa setia sama dengan setya, setya tuhu, setya mituhu, yaitu kesetiaan yang terarah.
Tersirat pada awal-awal kalimat diatas bahwa “Wong ngaurip menika kedah eling asal usulipun, kedah setyo tuhu marang gesangira lan kapitayan marang badanira piyambak”, Orang hidup itu wajib eling (ingat) tentang asal usulnya, wajib memegang erat kesetiaan yang mengarah pada hidup dan kebersahajaan kita sendiri.

Berlanjut dengan kalimat “Awit donya menika mboten sanes injih margi kagem sangu dados suwargi, kedah dipun ambah kagem jangkeping lampah. Sebab dunia ini tak lain adalah jalan yang digunakan untuk mencari bekal menuju surgaNYA, maka wajib pula dilakoni demi kesempurnaan dan kesentausaan.

Ketika kita membaca kalimat beserta tejemahan diatas, maka sepertinya sudah bisa kita definisikan bahwa kata ‘setia’ itu ada karena terjadi hubungan, bukan saja hubungan antar manusia itu sendiri namun juga hubungan antara manusia dengan Tuhan.

Satu hubungan yang tiap hari dilaksanakan apalagi memang dikerjakan sebagai satu kewajiban sebagai rutinitas tak menutup kemungkinan semakin lama bakalan membuat kita merasa semakin bosan. Manusiawi, ini adalah hal yang kita semua tak bisa mempungkirinya.

Setelah rasa bosan itu muncul maka kecenderungan berikutnya adalah kemauan yang tak lagi didukung dengan rasa semangat yang ada. Jika begitu adanya maka tindakan tak setia untuk tetap konsisten berhubungan pun bakalan kembali merasa tak ada manfaatnya.

Akan dengan mudah kita melepaskan komitmen awal dan menuruti rasa bosan jika kesetiaan terhilangkan. Dari sini dapat kita rasakan arti sebuah kesetiaan, bahwa kesetiaan itu adalah bukan satu norma atau aturan yang musti kita kerjakan. Saya pikir yang namanya kesetiaan adalah lebih pada satu tuntutan batin yang muncul dari diri kita demi tercapainya satu komitmen awal demi penciptaan diri.
Sebagaimana menanam pohon, dalam mencipta diri ini awalnya dibutuhkan satu komitmen (meskipun itu tak harus di ucapkan) menanam dalam tanah diri, selanjutnya beriring waktu masih ada hal yang musti kita kerjakan yaitu merawatnya. Merawat tanaman bernama komitmen awal tadi. Disinilah rasa jemu dan bosan itu timbul, untuk hasil seterusnya tergantung kita menjaga sebuah komitmen yang kita rawat. Akan tak ada hasil jika kita meninggalkannya, namun saya yaqin bakalan ada buah yang bakalan kita petik tatkala kita tetap merawat segala yang berhubungan dengan yang kita tanam tadi.

Buah itu bernama diri kita sendiri.

Pertanyaannya, apakah kita telah berjuang dalam merawat arti dari kesetiaan diri, atau kita selama ini hanya sebatas memimpikan memperoleh pasangan yang setia?

KIRIM SMS GRATIS 100% no limit